10:52 PM Mengenal Lebih Dekat Kota Semarang Melalui Sejarah | |
(Mengambil Hikmah Dari Kerusuhan di Kaligawe 4 Februari 1935 sebagai Peristiwa Sejarah) Menguak Potensi Kota Semarang Sebagai Kota Wisata Tanggal 2 Mei mendatang, Kota Semarang akan merayakan hari jadinya yang ke 464. Sudah semestinya jika hari jadi Kota Semarang ini tidak hanya milik pemerintah Kota Semarang, tetapi milik seluruh warga dan elemen masyarakat Kota Semarang. Oleh karena itu semua pihak berharap agar berbagai kemeriahan dan kegiataan yang akan diselenggarakan dapat benar-benar dinikmati dan didukung oleh seluruh warga Kota Semarang. Kota Semarang memiliki pelabuhan (Tanjung Mas) yang terkenal sejak jaman Belanda, dengan demikian Semarang merupakan kota yang ideal sebagai gerbang masuk menuju kota-kota lain di Jawa Tengah. Tak heran bila kemudian Semarang lebih dikenal sebagai kota transit daripada kota wisata, padahal Semarang menyimpan begitu banyak keunikan yang bisa dinikmati. Potensi wisata di Kota Semarang memang bukan terletak pada obyeknya, tetapi pada nilai kearifan lokal seperti bangunan bersejarah dan bangunan religi. Kota Semarang juga memiliki taman bermain, pemandangan alam dan wisata kuliner yang sangat memikat. Untuk tempat bersejarah yang layak dikunjungi antara lain: Lawang Sewu; Tugu Muda; Museum Mandala Bakti; Museum Ronggowarsito; Museum Jamu Jago; Museum Nyonya Meneer dan Muri. Untuk bangunan religi antara lain seperti Masjid Agung, Gereja Blenduk dan Klenteng Sam Poo Kong. Semarang juga memiliki tempat wisata bermain untuk anak-anak, seperti Wonderia dan Istana Majapahit. Bagi yang gemar melihat keindahan alam, diantaranya dapat berkunjumg ke Goa Kreo, Agro Wisata Sodong serta Kampung Wisata Taman Lele. Untuk menunjang kebutuhan para wisatawan, Kota Semarang juga sudah mempersiapkan hotel dari yang paling murah sampai hotel berbintang. Transportasi yang mudah dan nyaman, biro perjalanan yang siap memandu perjalanan para wisatawan dan kalau berkunjung ke Kota Semarang jangan lupa dengan wisata kuliner dan makanan khasnya, bandeng presto dan wingko babat. Sekilas Tentang Sejarah Kata sejarah berasal dari bahasa Arab yaitu Syajarotun yang berarti pohon kayu. Pohon dalam pengertian ini merupakan simbol kehidupan, karena terdapat bagian-bagian seperti batang, ranting, daun, akar, dan buah yang menunjukkan adanya aspek-aspek kehidupan yang satu sama lain saling berhubungan untuk membentuk sesuatu itu menjadi hidup. Istilah yang memiliki makna sama dengan kata syajaratun adalah silsilah, riwayat atau hikayat, kisah, dan tarikh. Sejarah memiliki 3 unsur penting, yakni ruang; waktu dan manusia. Pembagian sejarah dapat dikategorikan menjadi: sejarah sebagai peristiwa; sejarah sebagai kisah dan sejarah sebagai ilmu. Sejarah sebagai peristiwa memang terkadang selalu diidentikan dengan orang besar dan perang. Padahal sejarah tidak hanya milik orang besar, orang kecil atau rakyat jelatapun seharusnya berhak menjadi aktor sejarah. Pada kesempatan kali ini akan dipaparkan sebuah peristiwa sejarah, dimana bukan orang besar yang menjadi aktor sejarahnya, melainkan para tukang-tukang gerobag. Peristiwa sejarah ini terjadi dengan latar belakang tahun 1935 di Kota Semarang. Sebuah peristiwa kerusuhan di Kaligawe tanggal 4 februari 1935 yang melibatkan tukang gerobag dan aparat keamanan Kota Semarang. Kronologis Kejadian Kerusuhan di Kaligawe 4 Februari 1935 Menurut laporan Residen Semarang (K.J.A. Orie) pada hari senin tanggal 4 Februari 1935 telah terjadi penyerangan tukang-tukang gerobag dari desa Genuk terhadap pos polisi Kaligawe. Desa Genuk adalah desa yang terletak di sebelah timur Kota Semarang dan termasuk Kabupaten Demak (ketika itu). Pos polisi Kaligawe terletak di perbatasan Kabupaten Semarang dan Onderdistrik Genuk, Kabupaten Demak. Kerusuhan itu adalah lanjutan peristiwa yang terjadi pada hari Jumat tanggal 1 Februari 1935. Pada hari itu beberapa orang aparat keamanan Semarang di perbatasan Kaligawe menghentikan gerobag-gerobag dari desa Genuk yang akan masuk Semarang, karena pajak gerobag itu belum dipenuhi. Gerobag-gerobag itu harus kembali pulang atau diproses verbal kalau meneruskan perjalanan ke Kota Semarang. Mereka diberi kesempatan untuk membayar pajak sampai tanggal 7 Februari. Dari beberapa orang peserta kerusuhan yang tertangkap diperoleh keterangan bahwa tukang-tukang gerobag yang dilarang masuk Kota Semarang pada hari Jumat tanggal 1 Februari itu, pada hari Sabtu malam tanggal 2 Februari mengadakan pertemuan di rumah Sukaeni (seorang mandor gerobag) yang terletak di dukuh Tanggulangin, Kelurahan Banjardewa. Pertemuan dihadiri oleh sekitar 60 orang. Di antaranya adalah seseorang bernama R. Ahmad yang berasal dari Cikampek dan datang di dukuh Tanggulangin serta bertempat tinggal di rumah Sukaeni. Pada pertemuan hari Sabtu malam tanggal 2 Februari, Sukaeni memperkenalkan R. Ahmad sebagai seorang keramat. Selain itu R. Ahmad juga dapat memberi syarat kepada tukang-tukang gerobag itu untuk masuk Kota Semarang tanpa membayar pajak gerobag. Syarat itu berupa sepucuk surat jimat yang harus dibawa oleh setiap tukang gerobag yang akan masuk Kota Semarang. Surat jimat itu dapat diperoleh dengan memberi imbalan 3 sen. Kalau ada pencegatan seperti yang terjadi pada tanggal 1 Februari itu, surat jimat itu harus diperlihatkan. Kalau petugas pajak atau aparat keamanan tidak dapat membaca surat itu dan tetap melarang meneruskan perjalanan, maka harus dilawan dengan kekerasan. Dengan membawa surat jimat dari R. Ahmad yang dianggap keramat itu, pada hari Senin tanggal 4 Februari tukang-tukang gerobag itu mencoba masuk Kota Semarang. Ketika mereka dihentikan di perbatasan Kaligawe oleh aparat keamanan, mereka mengadakan perlawanan. Mereka tidak diizinkan meneruskan perjalanan, sekalipun sudah memperlihatkan surat jimat. Perlawanan itu berakhir dengan membawa 4 orang korban. Beberapa orang penyerang tertangkap hidup, sisanya melarikan diri ke daerah tambak di wilayah Kabupaten Demak. Latar Belakang Terjadinya Perlawanan Tukang Gerobak terhadap Aparat Kemanan Kota Semarang Menurut laporan Residen Semarang (K.J.A. Orie), peristiwa Kaligawe pada tanggal 4 Februari itu bukanlah suatu pemberontakan yang terorganisasi atau terencana. Peristiwa itu adalah suatu kerusuhan yang meletus karena ketidaktahuan dan karena hati yang mendongkol. Tukang-tukang gerobag itu sebenarnya memang sudah membayar pajak gerobag di Kabupaten Demak, karena domilisi mereka di kabupaten itu. Mereka tidak tahu kalau harus juga membayar pajak di Kota Semarang, karena daerah operasi mereka di Kota itu. Pajak gerobag rangkap itu sebenarnya juga berlaku bagi semua gerobag di sekitar Kota Semarang yang daerah operasinya di kota itu, semisal gerobag dari daerah Kendal, Mranggen dan Ungaran. Namun reaksi hanya timbul dari tukang-tukang gerobag Genuk. Reaksi ini ada hubungannya dengan keadaan penghidupan penduduk daerah Genuk ketika itu. Mereka itu petani-petani miskin. Menurut keterangan Asisten Wedana Genuk, luas tanah petani di daerahnya rata-rata hanya sekitar 50 sampai 60 Ru, sehingga hasilnya tidak cukup untuk hidup sehari-hari. Untuk menutupi kekurangan, mereka menjadi buruh pengangkut di Kota Semarang dengan bermodalkan gerobag. Jadi mereka menjadi tukang gerobag bukan hanya untuk mencari tambahan penghasilan, tetapi sungguh-sungguh untuk mencukupi kebutuhan hidup. Berhubung dengan dilarang untuk masuk ke Kota Semarang, berarti mereka kehilangan salah satu sumber pokok mata pencaharian. Selain itu kemiskinan menyebabkan mereka sukar untuk membayar pajak di Kota Semarang sebesar f 2,50, apalagi pajak itu harus dibayar sekaligus. Belajar dari Sejarah, Membuat Manusia Menjadi Lebih Bijak Ada sebuah pendapat mengatakan belajar dari sejarah, membuat manusia menjadi lebih bijak. Hal itu benar adanya, karena manusia dapat mengambil hikmah dari peristiwa sejarah di masa lalu sehingga dapat menjadi pedoman dalam mengambil keputusan dan menjalani kehidupannya di masa kini. Hikmah yang dapat diambil dari peristiwa sejarah ini adalah bahwa faktor-faktor sosial dapat membuka jalan kepada siapapun untuk melakukan sebuah gerakan perlawanan demi mencapai suatu tujuan atau perubahan. Apalagi jika gerakan tersebut diselipi unsur mistis di dalamnya, yang membuat para pelaku semakin percaya diri. Faktor di ataslah yang salah satunya berperan dalam memicu terjadinya perlawanan tukang-tukang gerobag terhadap aparat keamanan Kota Semarang yang dianggap menjadi penghalang penghidupan petani-petani miskin. Peristiwa sejarah ini setidaknya dapat menjadi sumber referensi bagi Pemda Kota Semarang, pemerintah daerah lain, bahkan pemerintah pusat di Republik ini untuk selalu mengoptimalkan usaha dalam mensejahterakan rakyat. Di antaranya jangan terlalu membebani masyarakat dengan pungutan pajak yang tinggi. Apalagi jika uang pajak yang telah dibayar masyarakat dengan mengorbankan tetesan keringat, hanya digunakan untuk hal-hal yang tidak pro rakyat atau yang lebih parah lagi untuk mengisi perut pejabat sendiri (korupsi berjamaah). Jika hal itu masih dilakukan oleh para pemimpin di Republik ini, tidak menutup kemungkinan suatu saat nanti akan terjadi peristiwa serupa seperti di Kaligawe 1935, yakni perlawanan rakyat terhadap pemerintah di bumi pertiwi ini. Selamat Ulang Tahun Kota Semarang. Sumber Referensi: Arsip Nasional Republik Indonesia. 1981. Laporan-Laporan tentang Gerakan Protes di Jawa pada Abad XX. Jakarta; Taufik Abdullah dan Abdurrachman Surjomihardjo. 1985. Ilmu Sejarah dan Historiografi. Jakarta: PT. Gramedia. | |
|
Total comments: 0 | |