candi sukuh dan javanisasi
PENDAHULUAN
Candi merupakan hasil kebudayaan Indonesia yang terpenting. Bangunan candi yang ada di Indonesia ini merupakan sisa-sisa keagungan dari nenek moyang khususnya dari Jawa tengah dan Jawa Timur. Candi yang dimaksud disini adalah bangunan sejarah periode sejarah Indonesia kuno (abad 4-15). Dimana dari segi histories mengatakan bahwa bangunan candi di Indonesia ini mrupakan pengaruh kuat dari kebudayaan India. Jjuga tidak lain bangunan ini adalah media pendukung dari agama Hindu-Budha yang telah disebarkan oleh orang India ini. Namun, apakah sepenuhnya candi yang ada di Indonesia ini mengadopsi budaya India secara absolut ?. jika diperhatikan rasa-rasanya tidak demikian, orang Indonesia membuatnya sebagai suatu akulturasi kebudayaan. Yaitu, dimana candi-candi ini juga terdapat unsur kebudayaan asli yang melekat. Di Tanah jawa, melekatlah unsure kebudayaan jawa yang ada pada candi disebut dengan Javanisasi.
Obyekyang akan kita soroti mengenai javanisasi ini adalah candi Sukuh. Candi sukuh ini bisa dibilang sebagai peninggalan masa akhir dari periode dominasi Hindu-Buha yang ada di Indonesia. Disamping itu bahwa candi Sukuh ini adalah peninggalan dari kerajaan bercorak Hindu yaitu Majapahit yang pernah berjaya dan begitu fenomenal dari Tanah Jawa ini. Akan tetapi disini terlihat jelas akan letak candi Sukuh ini yang menjauh dari pusat pemerintahan kerajaan Majapahit itu sendiri.
Dari hal diatas maka cukup memberi permasalahan disini mengenai Javanisasi yang ada di candi Sukuh ini. Apakah unsur Javanisasi disini masih serupa dengan Javanisasi candi bercorak Hindu yang lain ?, atukah sudah memiliki kekhasan tersendiri yang jelas berbeda dari yang lain ?. Serta bagaimana kekhasan gaya Javanisasi dari candi sukuh ini yang notabene adalah candi dimasa-masa akhir dari periode sejarah Indonesia kuno ini.
Dengan mengkaji hal-hal diatas maka diharapkan mengenai javanisasi yang ada dalam candi Sukuh ini. Diantaranya kita akan mengetahui mengenai cirri khas tersendiri yang menonjol dalam candi Sukuh serta akan mengetahui perkiraan makna-makna yang terkandung. Makna-makna ini akan mengungkap mengenai tujuan keberadaan candi sukuh ini bila dilihat dari ekspresi atau gaya Javanisasinya.
Maka untuk selanjutnya kita akan mengkajinya dan menuangkannya dalam artikel ilmiah ini. Pengkajian dimulai dari metodologi penelitian yang mendesain tentang langkah penelitian ini dan pembagian tugasnya dalam penelitian. Kemudian memaparkan hasil atas pengamatan yang dirasakan langsung. Dan terakhir yaitu membahas bersama tentang apa yang telah terpaparkan.
METODE PENELITIAN
Metodologi yang pertama kali dilakukan adalah mencari referensi atau sumber tertulis mengenai latar belakang historis keberadaan candi sukuh ini. Dengan ini kita akan mengetahui terlebih dahulu mengenai riwayat yang sebenarnya dari penemuan candi sukuh ini oleh beberapa ahli bserta informasi lengkap tentang letak dan sebagainya.
Metode yang kedua yaitu penbagian tugas secara otonom dalam suatu tim pengamat, antara lain :
KELOMPOK I : mengamati halaman sekitar candi, terdapat banguna apa saja, menggambar bentuk denah halaman dan perkiraan luasnya.ü
KELOMPOK II : mengamati arsitektur, deskripsi bangunan-bangunan yang ada baik patung, arca, candi perwara, candi induk dan gapura.ü
KELOMPOK III : mengamati reliefnya baik di gapura, candi perwara, dan panil di sebelah-sebelah candi.ü
KELOMPOK IV : melakukan studi pustaka, yaitu membaca referensi-referensi yang berkaitan dengan candi Sukuh. Kemudian menjelaskan kepada kelompok-kalompok lain mengenai cerita-cerita yang terkandung dalam relief.ü
KELOMPOK V : membuat perbandingan dengan candi hindu yang lain (Prambanan) dengan membedakan komperhensif berdasarkan hasil yang diperoleh dari kelompok I,II dan III.ü
KELOMPOK VI : melakukan wawancara dengan juru kunci atau warga sekitar mengenai keberadaan candi Sukuh ini khususnya berkaitan dengan fungsinya.ü
Dalam melakukan pengamatan ini pula diperlukan alat documenter seperti kamera ataupun handy cam, yang akan digunakan untuk me-review atau melihat ulang ketika pengamatan di tempat telah berakhir, untuk kemudian dikaji.
Metode yang ketiga adalah memadukan keseluruhan hasil yang diperoleh dari setiap kelompok. Dengan begitu akan diperolehlah suatu gambaran yang kongkrit mengenai candi sukuh ini. Gambaran yang deskriptif ini akan memberikan visualisasi objektif mengenai Javanisasi dalam candi Sukuh ini.
HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
Berdasarkan metodologi yang pertama diperoleh fakta dari sumber Buku Panduan Wisata Jawa Tengah (Hengki. H.dkk 2000:52) yang mengatakan bahwa :
" Secara Administratif, kompleks candi sukuh terletak di Dusun Sukuh, Desa Berjo kecamatan Ngargoyoso, kabupaten Karanganyar, provinsi Jawa Tengah…terletak pada ketinggian kurang lebih 910 meter diatas permukaan laut”.
Jika dilihat mengenai riwayat candi sukuh ini senasib tidak jauh dengan candi Prambanan dan candi Borobudur yaitu ditemukan dalam keadaan runtuh. Hal tersebut merupakan fenomena yang wajar karena dilihat dari segi umur telah melewati kondisi alam selama ratusan tahun. Selama masa tersebut sudah dipastikan telah terjadi fenomena alam ataupun fenomena masyarakat yang tidak mendukung akan keutuhan candi Sukuh ini. Pada tahun 1815 candi Sukuh ditemukan oleh Johnson, seorang Resident Surakarta pada masa pemerintahan Gubernur Raffles. Selanjutnya dilakukanlah studi mengenai candi sukuh ini pernah dilaksanakan oleh beberapa ahli yaitu van Der Vils (1842), Hoepermans (1864-1867), Ph. Soebroto, Riboet Darmosoetopo, Padmopuspito, Harry Truman simanjuntak dan lain-lain.
Dalam mengungkap Jaavanisasi ini selanjutnya kita perlu pengamatan langsung untuk melihat secara nnyata mengenai rupa candi sukuh ini. Melihat sepintas mengenai keberadaan candi Sukuh ini mengingatkan akan situs spiritual peninggalan dari zaman pra sejarah orang Indonesia yaitu punden berundak. Trap pertama yaitu trap yang paling bawah hannya memiliki halaman yang berada di sisi depan saja, artinya halaman trap pertama ini tidak memutar. Begitu pula dengan trap kedua, bedanya disini halamannya membentuk huruf L yaitu bagian depan dan kanan saja. Trap yang ketiga ini adalah trap yang tertinggi persisi memiliki halaman persegi dan berada di pojok belakang sebelah kiri dari kompleks candi sukuh ini.
Sengkalan
Mengamati lebih dalam mengenai candi Sukuh ini kita akan banyak dipertemukan dengan istiolah sengkalan. Budaya sengkalan ini hanya terdapat di Tanah Jawa. Segkalan itusendiri yaitu symbol-smbol yang memiliki arti suatu angka baik symbol itu berupa kata-kata dalam tulisan atau suatu rangkaian betuk nyata pada suatu benda/hewan/manusia sehingga kan memberikan petunjuk angka. Sengkalan-sengkalan dalam candi Sukuh yang kita temui antara lain :
a. Relief pada gapura yang menggambarkan Raksasa yang memakan manusia, da;lam istilah Jawanya "Gapura Buta Aban Wong” atau sama dengan angka 1359.
b. Relief seorang Raksasa berlari sambil menggiit seekor ular, memiliki istilah Jawa "Gapura Buta Anahut Buntut” atau sama dengan angka 1359.
c. Relief phallus dihadapkan dengan vagina dan dikelilingi karangan bunga, jika dalam istilah Jawa "Wiwara Wisaya Hanaut Jalu” juga dalam kaidah sengkalan berarti angka 1359.
d. Relief seekor Gajah yang berdiri seperti manusia sambil menggigit ekor seekor Anjing, dalam istlah Jawa memiliki bunyi "Gajah Wiku Anahut Buntut” memiliki arti angka 1378.
Relief
Karya seni yang maha penting yang melekat dalam tatanan candi Sukuh adalah relief. Yang diketahui dengan adanya relief, kita dapat menikmati ataumemahami akan cerita sastra yang meleakt. Atau mungkin relief ini mamberi pesan kemanusiaan atau spiritual. Relief yang menonjol dalam tatanan candi ini adalah yang ada di lempengan-lempengan batu sebelah Utara. Dimana disitu terdapat relief-relief yang menggammbarkan sedikit cerita Suddhmala dari kitab Adiparwa dan berupa penggalan adegan tertentu. Relief –relief tersebut antara lain :
a. Relief mngisahkan Dewi Durga yang bermuka seram dengan membawa pedang yhendak membunuh sadewa yang terikat pada pohon. Saewa diancam karena tidak mau membebaskan Dewi Durga ini dari kutukan ini. Kutukan itu konon disertai oleh Raksasa Kalantaka dan Kalanjaya.
b. Relief Dewi Kunti meminta kepada sadewa untuk meruwat Bethari Durga yang telah dikutuk Dewa Siwa.
c. Relief menggambarka Bima yang mengngkat raksasa dan hendak menusuknya dengan kuku Pancanakanya. Raksasa tersebut dimaksudkan adalah raksasa Kalantaka dan Kalanjaya yang merupakan jelmaan bidadari yang melanggar aturan.
d. Relief percakapan Dewi Uma dengan sadewa bahwa Bethari Durga berhasil diruwat Sadewa. Dewi Uma dan pengiringnyapun menjadi wanita cantik kembali.
e. Sadewa sedang bercengkrama dengan Tambrperta dan putrinya yaitu Nyi Pendapa. Menggambarkan Tambraperta yang bertrimakasih kepada saddewa dan memberikan putrinya untuk dinikahi Sadewa.
Jika diamati, tida salah jika kita punya persepsi tantang bergagasan tentang ritual ruwatan dealam relief-relief diatas. Yang tergambarkan disini yaitu Bethari Durga yang telah dikutuk oleh Dewa Siwa karena kesalahannya, disitu dipahatkan dengan burk rupa. Kemudian Dewi kunti menyuruh Sedewa untuk meruwatnya. Dalam hal tersebut memiliki makna bahwa seseorang yang telah melakukan kesalahan, maka memiliki aura nasib yang penuh dengan keburukan atau kesialan, dan hendaknya dilakukanlah ritual ruwatan untuk membersihkan kembali. Dalam relief pula tergambarkan bima yang hendak mengalahkan dan membunuh raksasa. Bima disimbolkan sikap yang tegar, tenang dan sabar, sedangkan Buta / Raksasa bias dilambangkan dengn kejahatan. Sehingga dalam cerita bima ini mempunyai arti bahwa kemurkaan akan kalah dengan sikap yang tegar, tenang dan sabar, seperti dalam istilah jawa " Suradira jayaningrat lebur dening pangastuti”.
Relief yang melekat pada candi Perwara sebelah kanan depan candi utama memiliki arti yang berbeda. Disitu tergambarkan rangkaian masa kehidupan Bima. Kehidupan dari lahir yang dido’akan oleh seorang ibu dan sekian lama tumbuh menjadi dewasa. Puncaknya Bima bertemu dengan Dewa Ruci, pahatan relief ini tergambarkan dikelilingi oleh indahnya ekor 2 burung Merak.
Bentuk Candi
Kesan pertama bagi yang melihat candi ini adalah unik. Artinya bahwa candi ini mencirikan sangat berbeda dengan candi hindu yang lain. Pada gapura dan candi utamanya sama-sama berbentuk trapezium jika dilihat dari satu sisi. Juga adanya 3 patung kura-kura besar dengan punggung rata. Candi ini banyak menonjolkan pahatan alat genitalia manusia. Itulah gambaran komersial dari candi sukuh.
Keuikan dimulai dari pintu gerbang trap pertama. Disitu dihadapkan pahatan Kala yang berdagu panjang. Memang sedikit berbeda dengan yang ada di candi lain akan tetapi lebih condong pada cirri khas Kala candi di Jawa Timur yangf memiliki dagu. Serta disitu pula terdapat patung Garuda dan Naga yaitu tokoh yang ikut dalam pencarian Air Amerta.
Ciri lain yang menonjol dalam candiini adalah mengenai banyaknnya gambaran alat genitalia. Kita lihat pertama yaitu berada di lantai pintu gerbang pertama , yaitu pahatan gambar penis berhadapan dengan vagina. Tidak hanya itu di trap yang ke tiga terdapat arca arca manusia yang ssedang memegang penisya begitu pula dengan pahatan yang ada di candi perwara sebelah kiri depan candi utama. Jadi candi Hindu ini tidaklah menggunakan symbol tentang kesuburan dengan Lingga-Yoni, akan tetapi menggunakan rupa aslinya alat genitalia. Konversi ini memiliki makna memiliki tujuan akan keinginan kembalinya kejayaan. Lingga pada hakikatnya adalah symbol Dewa Siwa, jika dipahatkam dalam bentuk yang lebihnyata bias saja ini dikaitkan dengan emosi dan nafsu keinginan akan kembalinya suatu kejayaan bukan statis atau mrnurun.
Bagian utama candi Sukuh ini terkesan sangat simple. Disitu tidak banyak ukiran, dan ukiran hanya terdapat di paling atas lorong tangga masuk. Yaiu ukiran berbentuk kepala ular dan tubuhnya saling berlilitan. Bentuk ummnya bangunan ini seperti piramida yang terpenggal sedikit limas atasnnya. Puncaknya hanya terdapat batu persegi yang berlubang atau mirip dengan Yoni. Jika kita amati pula rupa batu dari atas ke bawah terlihat berbeda beda, kecuali bagian sayap tangganya. Rupa batu paling bawah terkesan tidak simetris dan semakin keatas semakin teratur dan sempurna. Ini kemungkinan juga memiliki arti bahwa semakin tinggi maka semakin sacral atau suci.
Sesuatu yang cukup banyak mengungkap misteri candi sukuh ini yaitu mengenai makna dalam prasaati yang ada di bawah arca garuda, yang berbunyi :
Lawase rajeg wsi du
K penerep kepeleg
Ne wong medang
Ma karubuh alabuh geni ha
Rebut bumi kacaritane
Babajag mara mari setra
Hanang ta bango
1363
Kata Rajegwesi dimungkinkan sma dengan Pagerwesi yaitu suatu nama daerah di Mojokerto. Karena kata ”Rajeg” sama artinya dengan kata "pager”. Medang juga adalah nama tempat. Kata "babajang" berarti "anak bajang” yaitu anak yang sejak kecil rambutnya belum pernah dicukur dan harus diruwat. Kata "setra” berarti tanah lapang atau tempat upacara/tempat ruwatan. Kata "bango” berarti "burung pemakan bangkai/daging”, bisa juga berrti burung garuda. Jadi kalimat "alabuh geni” bisa diartikan "berjuang (merebut daerah)”. Dengan begitu prasati tersebut bercerita tentang seorang (penguasa rajeg wesi) yang berusaha merebut kembali daerahnya yang dikuasai musuh (penguasa medang) denagan cara mencari kekuatan spiritual dengan membangun candi sukuh yang memuat cerita ruatan. (Hengki H. Dkk 2000 : 62-63)
Apa yang kita amati mengenai candi sukuh ini ternyata banyak terdapat unsure pengharapan akan kembalkinya suatu kejayaan yang berkaitan dengan hal di atas. Kita telah meliaht bentuk kala yang berdagu berlebihan, lingga yoni yang tampak rupa asli alat genitalia dan reliaef yang menggambarkan ruatan, pada relief adanya penggambaran manusia yang berlebihan (mata melotot, bibir dan alis tebal, hidung besar). Serta adanya pahatan atau arca garuda, naga dan kura-kura yang merupakan tokoh yang melakukan pencarian terhadapap air amerta, yang kemudian dimaknakan air suci yang dapat menebus kekalahan [erang dari penguasa medang.
Dimungkinkan candi sukuh didirikan pada waktu terjadi peperangan antanra dua raja di medang yang masih mungkin yang bersausara. Raja yang kalah kemudian larikan dirikan diri ke Jawa Tengah dan mendirikan candi sukuh untuk ritual ruwatan dan mendapatkan air suci untuk dapat menebus kekalahan serta berharap kembalinya akan suatu kejayaan.
SIMPULAN
Candi sukuh ini sangat jelas adalah peninggalan orng dari masa majapahit. Telah kita bahas diatas mengenai angka tahun yang menunjukkan kemungkinan sekitar tahun pembuatan candi atau peristiwa penting yang diceritakan dalam prasati. Diman tahuin tersebet adalah masa-masa akhir kerajaan majapahit.
Javanisasi masih kental dalam candi sukuh ini. Yaitu penerapan symbol sengkalan, lingga yoni, seni pahatan kasar dan lain-lain. Sedangkan yang bukan terkesan javanisasi hanya pada gambaran cerita relief yang mengadopsi dari kitab adi parwa, karena kitab adi parwa itu sendiri memang berasal dsari India. Akan tetapi javanisasi dicandi sukuh ini sungguh tampak berbeda dan bisa dikatakan tidak lazim bila dibandingkan dengan candi hindu lain. Tampak seperti dilebih-lebihkan karena hal ini diduga kuat akan adanya suatu keingina kembalinya kejayaan. Dimana kejayaan itu akan kembali melalui suatu ritual ruwatan.
DAFTAR PUSTAKA
Asmito. 1988. Sejarah kebudayaan Indonesia. Depdikbud Jakarta.
Ds, Selamet. 1999. cerita ruwatan di candi sukuh. Bidang Permusiuman dan Kepurbakalaan Kanwil Depdikbud Provinsi Jawa Tengah.
Hermanto, Hengki. 2000. Panduan Wisata Jawa tengah. Dinas pariwisata jawa tengah.